Indramayu – Sebanyak 5 ribu kepala keluarga (KK) bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dari membuat petasan. Ribuan KK tersebut terdapat di 4 desa yakni Lobener, Lobener Lor, dan Kalimati yang berada di Kecamatan Jatibarang dan Telukagung, Kecamatan Indramayu.
Angka ini terungkap saat penyuluhan dan pembinaan dalam menyatukan persepsi perajin petasan dari 4 desa yang bertempat di kantor kuwu Desa Lobener Lor, Kecamatan Jatibarang, belum lama ini. Hadir dalam kesempatan itu Polres Indramayu, perwakilan Dinsosnakertrans, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Badan Penanaman Modal dan Perijinan Kabupaten Indramayu, unsur muspika dua kecamatan, serta para perajin petasan.
Disampaikan tokoh masyarakat Desa Telukagung, Supandi, keberadaan perajin petasan di 4 desa yang terdapat di 2 kecamatan dalam bentuk home industri tersebut sudah ada sejak puluhan tahun silam dan digeluti secara turun-temurun. Tak hanya itu, produksi petasan yang melibatkan perajin hingga 5000 kepala keluarga tidak lepas dari tuntutan ekonomi. “Yang jelas masyarakat sudah mengandalkan penghasilannya dari membuat petasan dan mampu menghidupi orang banyak,” kata pria yang juga ketua LSM Perak ini.
Menanggapi adanya permintaan penegak hukum untuk mengalihkan usaha utama masyarakat itu, ia dan warga lainnya meminta pengalihan usaha yang mendapat kawalan hingga tingkat pemasarannya. Sebab, kata dia, pengalihan bukan berarti tidak digubris perajin, tapi harus dilakukan secara matang agar tidak gagal dan tidak membuahkan hasil seperti yang sudah-sudah.
Beberapa pengalihan yang pernah dilakukan sejak 1975, di antaranya membuat barang-barang anyaman, makanan berupa keripik, dan lainnya. “Ternyata pasar tidak mendukung. Pada intinya, kalau pun ada pengalihan, harus menguntungkan dan tidak bersifat sementara,” ungkap dia.
Hal serupa dibeberkan warga lainnya, Kartono Sugiono. Menurutnya, produksi petasan yang dilakukan masyarakat di 4 desa ternyata melibatkan sejumlah perajin di desa-desa lainnya dengan radius 10 kecamatan dari lokasi induk home industri petasan. Bahkan, hasilnya berdampak positif terhadap perekonomian dan memberikan kontribusi kepada pemerintah dalam hal mengurangi angka pengangguran maupun kemiskinan.
Sehingga, seluruh perajin sangat berharap adanya upaya bantuan dari pihak terkait untuk memudahkan perijinan. “Membuat petasan sudah dilakukan masyarakat kami sejak 1960, dan kami merasakan manfaatnya. Anak-anak kami bisa makan dan bisa sekolah dengan biaya dari membuat petasan,” kata Kartono Sugiono.
Disampaikan tokoh masyarakat Desa Telukagung, Supandi, keberadaan perajin petasan di 4 desa yang terdapat di 2 kecamatan dalam bentuk home industri tersebut sudah ada sejak puluhan tahun silam dan digeluti secara turun-temurun. Tak hanya itu, produksi petasan yang melibatkan perajin hingga 5000 kepala keluarga tidak lepas dari tuntutan ekonomi. “Yang jelas masyarakat sudah mengandalkan penghasilannya dari membuat petasan dan mampu menghidupi orang banyak,” kata pria yang juga ketua LSM Perak ini.
Menanggapi adanya permintaan penegak hukum untuk mengalihkan usaha utama masyarakat itu, ia dan warga lainnya meminta pengalihan usaha yang mendapat kawalan hingga tingkat pemasarannya. Sebab, kata dia, pengalihan bukan berarti tidak digubris perajin, tapi harus dilakukan secara matang agar tidak gagal dan tidak membuahkan hasil seperti yang sudah-sudah.
Beberapa pengalihan yang pernah dilakukan sejak 1975, di antaranya membuat barang-barang anyaman, makanan berupa keripik, dan lainnya. “Ternyata pasar tidak mendukung. Pada intinya, kalau pun ada pengalihan, harus menguntungkan dan tidak bersifat sementara,” ungkap dia.
Hal serupa dibeberkan warga lainnya, Kartono Sugiono. Menurutnya, produksi petasan yang dilakukan masyarakat di 4 desa ternyata melibatkan sejumlah perajin di desa-desa lainnya dengan radius 10 kecamatan dari lokasi induk home industri petasan. Bahkan, hasilnya berdampak positif terhadap perekonomian dan memberikan kontribusi kepada pemerintah dalam hal mengurangi angka pengangguran maupun kemiskinan.
Sehingga, seluruh perajin sangat berharap adanya upaya bantuan dari pihak terkait untuk memudahkan perijinan. “Membuat petasan sudah dilakukan masyarakat kami sejak 1960, dan kami merasakan manfaatnya. Anak-anak kami bisa makan dan bisa sekolah dengan biaya dari membuat petasan,” kata Kartono Sugiono.
Posting Komentar