Indramayu - Katimah binti Sanurih (33) warga asal Indramayu, Jawa Barat, terjebak di negara konflik Palestina. Hingga saat ini, Selama 14 tahun Katimah tidak diperbolehkan pulang ke Indonesia oleh majikannya, selain sempat dioper-oper ke berbagai majikan yang tidak bertanggungjawab, Ia juga menjadi saksi ketegangan perang Palestina-Israel.
Hal itu berdasarkan pengakuan Katimah, setelah bertahun-tahun Ia baru berhasil bisa menceritakan semua kepedihannya dan mengadukannya kepada Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Mingran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu. "pengaduannya diterima oleh kami secara langsung melalui jejaring sosial," ungkap Ketua DPC SBMI Indramayu, Juwarih, Kamis (23/2).
Saat ini, keluarga Katimah dengan didampingi Tim Advokasi Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Mingran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu yang dikoordinatori oleh Jihun, rencananya akan mengadukan permasalahan ini ke pihak-pihak terkait, guna mempercepat proses kepulangan Katimah, dan menuntut pemerintah atas hak-haknya yang belum terpenuhi.
"Kami menuntut pemerintah untuk segera memulangkan Katimah sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah melindungi warganya di luar negeri. Juga menuntut agar memenuhi segala hak-haknya yang selama 14 tahun tidak dipenuhi," tegasnya.
Juwarih menjelaskan, informasi terakhir Katimah Binti Sanurih berada di Majikan bernama Ahmad Sayyad di Ramallah el Bireh ST Nables No. 39 Palestina. Selain itu, Keluarganya memohon dengan meneteskan air mata berharap anaknya pulang secepatnya, karena sudah selama 14 tahun tidak pernah ketemu.
"Mohon pulangkan anak saya pak, keluarga ingin sekali ketemu dia," kata Juwarih menirukan permohonan pihak keluarga Katimah.
Kronologis Kepedihan Katimah
Pada Aguatus 1998, Katimah binti Sanurih (33) warga Desa Balongan RT 05/02 Kec. Balongan Kab. Indramayu, Jawa Barat, Berangkat ke Jakarta dengan sponsor, berawal dari iming-iming gaji besar yang ditawarkan oleh PJTKI tanpa ada tulisan papan nama yang beralamat di dekat Hotel dan Mall Horison di Jakarta. Katimah terlebih dahulu diterbangkan ke Jordania.
Sampai di Jordan, Katimah disekap selama sebulan di rumah Iyad Mansyur yang mengaku sebagai agency Jordan. Bulan kedua Katimah sudah bekerja, namun selama empat bulan gajinya selalu diminta Iyad. Sejak itu Katimah memberontak ingin dipulangkan ke Indonesia, apalagi setelah melihat temannya asal Sumatera dua tahun tidak digaji, namun Iyad menolak dan merayu Katimah untuk dipindahkan saja ke Palestina dengan iming-iming gaji lebih besar dan majikannya baik. Ketidaktahuan Katimah akhirnya menuruti rayuan Iyad.
Pada April 1999, Iyad Mansyur menerbangkan Katimah menuju Palestina tepatnya di daerah Ramallah. Selama di Palestina Khatimah tiga kali gonta-ganti majikan.
Majikan pertama, Katimah bekerja selama tiga bulan dengan kerja yang sangat keras bahkan hanya dengan gaji 150 dolar AS per bulan (setara dengan Rp 1.350.000), akan tetapi semua kebutuhan hidupnya dibebankan pada Katimah, mulai dari makan sampai peralatan mandi. Merasa tidak sesuai apa yang dijanjikan Iyad waktu di Jordan, Katimah membrontak ke majikan, akhirnya majikan pertama membawanya ke suatu daerah bernama Quds Biet Hahinah untuk dicarikan majikan baru.
Selama 3,5 tahun bekerja di majikan yang kedua, Katimah mendapat gaji dan tidak ada permasalahan, tetapi majikannya akan pindah ke London (Inggris) disebabkan pada waktu itu kondisi Palestina-Israel dalam keadaan perang yang menegangkan. Lagi-lagi, majikannya tidak mau memulangkan Katimah ke Indonesia dengan alasan majikan tidak mau direpotkan. Sehingga dengan sangat menyedihkan, majikannya kabur tanpa sepengetahuan Katimah. Namun, rupanya majikan itu menitipkan ke supirnya untuk dicarikan majikan yang baru. Akhirnya supir tersebut menemukannya.
Bekerja dimajikan ketiga, Katimah bekerja kurang lebih 8 tahun hingga saat ini. Namun saat di majikan ketigalah Katimah baru sadar bahwa paspor yang dipegangnya ternyata bukan visa untuk bekerja.
Sehingga, paspornya diminta oleh majikan, dan sampai saat ini ketika Katimah meminta paspor untuk pulang ke Indonesia, majikannya tidak mau mau bertanggung jawab untuk mengurusnya bahkan paspor tersebut sengaja dihilangkan.
Dalam pengakuannya, majikan perempuan di Palestina itu merasa bangga punya pembantu dari Indonesia. Sehingga selama kurang lebih 12 tahun berada di Negara Palestina Katimah merasakan dan sekaligus menjadi saksi perang antara tentara Israel terhadap rakyat Palestina.[cuplik/adm]
Posting Komentar